Kwashiorkor
ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Indrawati, 1982). Kwashiorkor ialah defisiensiprotein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayimasa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1995).
Kwashiorkor
paling sering terjadi pada usia antara 1-4 tahun, namun dapat pula terjadi pada
bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai
komplikasi dari parasit atau infeksi lain. Adapun faktor penyebab terjadinya
penyakit Kwashiorkor antara lain:
1.
Pola makan
Protein (asam amino) adalah zat yang
sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam
amino yang memadai. Banyak hal yang menjadi penyebab
kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI
digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari
ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari
sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan
ASI ke makanan pengganti ASI.
Hidup di negara dengan tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil,
ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal
yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
Penyakit
ini banyak terdapat pada anak dari golongan penduduk yang berpenghasilan
rendah. Ini dapat dimengerti karena protein yang bermutu baik terutama pada
bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein, susu, keju, telur,
daging, dan ikan. Bahan makanan tersebut cukup mahal, sehingga tidak terjangkau
oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Akan tetapi faktor ekonomi bukan
merupakan satu-satunya penyebab penyakit ini. Ada berbagai protein nabati yang
bernilai cukup baik, misalnya kacang kedele, kacang hijau, dan sebagainya, akan
tetapi karena tidak diketahui atau tidak disadari, bahan makanan tersebut tidak
digunakan sebagaimana mestinya. Pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan
makanan, cara pemeliharaan anak, disamping ketakhyulan merupakan faktor
tambahan dari timbulnya penyakit kwashiorkor. Keadaan higiene yang buruk,
sehingga mereka mudah dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya
diare mempercepat atau merupakan trigger mechanisme dari penyakit ini.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan
sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh
terhadap infeksi. Bisa juga terdapat gangguan penyerapan
protein, misalnya yang dijumpai pada keadaan
diare kronik, kehilangan
protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar
serta kegagalan melakukan sintesis protein, seperti yang didapatkan pula pada
penyakit hati yang kronis.
Gejala
Kwashiorkor (Guyton,1997):
1. Pertumbuhan
yang terganggu. Selain berat badan juga tinggi badan kurang dibandingkan anak
sehat
2. Perubahan
mental. Biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis
3. Pada sebagian
besar penderita ditemukan edema baik yang ringan maupun yang berat.
4. Gejala
gastrointestinal, anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala
pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan lewat sonde
lambung. Adakalanya tiap makanan yang diberikan dengan susah payah dimuntahkan
lagi. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini mengkin karena
gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang
ditemukan, sehingga pemberian susu sapi dapat memperhebat diare.
5. Perubahan
rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun warnanya.
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor adalah rambut kepala yang mudah
dicabut. Tarikan ringan di daerah temporal dengan mudah dapat mencabut seberkas
rambut tanpa reaksi penderita. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
penderita akan tampak kusam, kering, halus, jarang dan berubah warnanya menjadi
putih. Perubahan bangun rambut kelopak mata tidak begitu nyata, bahkan sering
bulu mata menjadi lebih panjang.
6. Kulit
penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih
mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada
sebagian penderita ditemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit
kwashiorkor yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih
atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering
mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus menerus dan disertai
kelembaban oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea,
lutut, buku kaki, paha, lipat paha dan sebagainya. Perubahan kulit demikian
dimulai dengan bercak-bercak merah kecil yang dalam waktu singkat bertambah dan
berpadu untuk kemudian menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang
masih hitam akibat hiperpigmentasi. Crazy pavement dermatosis ditemukan
terutama pada kasus dengan edema dan mempunyai prognosis buruk. Jarang
ditemukan luka bundar atau bujur dengan dasar dalam dan batas jelas, sedangkan
daerah sekitarnya tidak menunjukkan reaksi radang. Kadang-kadang dijumpai
perdarahan kulit (petekie) yang juga merupakan tanda prognosis buruk.
7. Pembesaran
hati merupakan gejala yang juga sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati
terdapat setinggi pusat. Hati yang dapat diraba umumnya kenyal, permukaannya
licin dan pinggir tajam. Biasanya pada hati yang membesarkan ini terjadi
perlemakan hebat. Walaupun demikian hati yang tidak membesar juga dapat
mengalami perlemakan heabat.
8. Anemia
ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bila kwashiorkor disertai
penyakit lain, terutama ankilostomiasis, maka dapat dijumpai anemia berat.
Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, yang terbanya
normositik-normokrom. Berkurangnya jumlah sel sistim eritropoietik dalam sumsum
tulang merupakan suatu keadaan yang paling sering dijumpai dan merupakan
penyebab terpenting. Hipoplasi atau aplasia sumsum tulang ini disebabkan
teruatama oleh defisiensi protein dan infeksi menahun. Akan tetapi faktor
lainpun mempengaruhi anemia pada seorang penderita kwashiorkor, misalnya
defisiensi besi, defisiensi faktor hati, kerusakan hati, defisiensi vitamin B
kompleks dan insufisiensi hormon.
9. Kelainan
kimia darah yang selalu ditemukan ialah kadar albumin serum yang rendah,
disamping kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi, sehingga
perbandingan albumin dengan globulin menjadi kurang dari satu.
10. Pada biopsi
hati ditemukan perlemakan yang kadang-kadang demikian hebatnya sehingga hampir
semua sel hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda
fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
11. Hasil
autopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukkan hampir semua organ
mengalami perubahan, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan
sebagainya.
Gambar
penderita Kwashiorkor:



(Ribeun,
2013) (Bopar, 2010)
Tanda
khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan
oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika
hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk
ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah
untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan
kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan
riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang
terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara
permanen. Komplikasi lainnya bisa terjadi shock dan cacat permanen.
Pencegahan
kwashiorkor dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi seimbang
yaitu makanan yang mengandung karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung),
makanan yang mengandung protein (telur, ikan ,daging, tahu, tempe, dll),
makanan yang mengandung vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan. Setelah anak disapih (berhenti menyusu), sebaiknya anak
diperhatikan benar-benar asupan gizinya. Apalagi protein adalah zat pembangun
jaringan tubuh, di mana anak masih sangat membutuhkannya karena masih dalam
masa pertumbuhan. Kwashiorkor memerlukan
diet yang berisi jumlah cukup protein yang kulitas biologiknya baik.
Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian
air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik
untuk bayi.
2. Ditambah
dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.
3. Pencegahan
penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan
perorangan.
4. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian
makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
5. Pemantauan
(surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
6. Pemberian
imunisasi.
Penatalaksanaan
kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock
memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk
karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber
kalori lain telah dapat memberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat
juga diberikan. Dikarenakan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka
waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah,
khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan
harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi
menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk
memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase. Penatalaksaan gizi buruk
menurut standar pelayanan medis kesehatan anak – IDAI (ikatan dokter anak
Indonesia) adalah dengan penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya
memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin
dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami
gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus
kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat,
akan memberikan akibat yang fatal.
Penatalaksanaan
segera tiap masalah akut seperti masalah diare berat, gagal ginjal, dan syok
dan akhirnya penggantian nutrient yang hilang sangat penting. Dehidrasi sedang
atau berat, infeksi nampak atau dugaan, tanda-tanda mata dari defisiensi
vitamin A, anemia berat, hipoglikemia, diare terus-menerus atau berulang, lesi
kulit dan membrane mukosa, anoreksia dan hipotermia semua harus diobati. Untuk
dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan oral atau dengan pipa
nasogastik. Sedangkan dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika cairan
intravena tidak dapat diberikan, infuse intraosseus (sum-sum tulang belakang) atau
intraperitoneal 70 mL/kg larutan Ringer Laktatsetengah kuat untuk menyelamatkan
jiwa. Antibiotik efektif harus diberikan parenteral selama 10 hari.
Bila
dehidrasi terkoreksi, makanan peroral mulai dengan makanan susu encer sedikit
sering; kekentalan dan volume sedikit demi sedikit ditambah dan frekuensi
dikurangi selama 5 hari berikutnya. Pada hari 6-8, anak harus mendapat 150
mL/kg/24 jam dalam 6 kali makan. Susu sai atau yogurt untuk anak intoleran
laktosa harus dibuat dengan 50 gr gula/L. Pada masa penyembuhan, makanan energy
tinggi terbuat dari susu, minyak dan gula yang diperlukan. Susu skim,
hidrolisat casein atau campuran asam amino sintetik sapat digunakan untuk
menambah cairan dasar dan regimen nutrisi.
Bila diet
kalori tinggi dan protein tinggi diberikan terlalu awal atau cepat, hati dapat
menjadi besar, abdomen menjadi sangat kembung dan anak membaiknya lebih lambat.
Lemak sayur dapat diserap lebih baik daripada lemak susu sapi. Toleransi
glukosa yang terganggu dapat diperbaiki pada beberapa anak yang terkena dengan
pemberian 250 µg kromium klorida. Vitamin dan mineral, terutama vitamin A,
kalium dan magnesium diperlukan sejak permulaan pengobatan. Besi dan asam folat
biasanya memperbaiki anemia.
Infeksi
bakteri harus diobati bersamaan dengan terapi diet, sedang pengobatan infestasi
parasit, jika tidak berat, dapat ditunda samapi penyembuhan mulai berlangsung.
Sesudah
pengobatan dimulai, penderita dapat kehilangan berat badannya selama beberapa
minggu karena menghilangnya udem yang tampak dan tidak tampak. Enzim serum dan
usus kembali ke normal, penyerapan lemak dan usus kembali membaik.
Dalam
proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fasetransisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan
harus terampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini
digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar