BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keadaan
geografis indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme
pemerintahan negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan
ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di
daerah. Untuk memudah kan pengaturan atau penataan pemerintahan, maka
diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien
dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat. Di era reformasi ini, sangat
dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi
rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut
sangat dibutuhkan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan
NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah yang ingin memisahkan diri
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang menegakan pengolahan sumber daya alam yang merupakan sumner pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Seperti yang kita ketahui, bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut Otonomi Daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakan sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah republik Indonesia berdasarkan pada sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang menegakan pengolahan sumber daya alam yang merupakan sumner pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Seperti yang kita ketahui, bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut Otonomi Daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakan sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah republik Indonesia berdasarkan pada sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah
otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman
(1997) mengemukakan bahwa :
1) F. Sugeng Istianto, mengartikan
otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah.
2) Ateng Syarifuddin,
mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi
bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud
pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3) Syarif Saleh, berpendapat
bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak
mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain
dikemukakan oleh
1). Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah
adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu
Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.
2). Philip Mahwood (1983)
mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai
kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan
oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial
tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
3). Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki
pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif
merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi
daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasanyang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang
harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan
bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat
tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius
(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan
politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan
perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk
menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah
senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau
Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin
pemerintahan daerah tertinggi. DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana
di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi
rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
- Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan
kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan
menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Daerah otonom adalah suatu kesatuan
masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari
pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum
sesuai dengan sistem NKRI.
- Di dalam otonomi
daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman
tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.2. Sejarah Perkembangan Pelaksanaan Otonomi
Daerah
2.2.1. Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966,
pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat
dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama
dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan
mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan
politik teknokratis.
Banyak prestasi dan
hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di
bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif
program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi
kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang
No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU
ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya
disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Undang-undang No. 5 Tahun 1974
ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum
dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan
pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi
urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang
dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat
atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta
dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah
oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya
dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I
(Provinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati
bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi
dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak,
wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban
memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau
apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya
di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti
hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran;
mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan;
mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan
penyelidikan),dan kewajiban
seperti :
a) mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945;
b)menjunjung tinggi
dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c) bersama-sama Kepala
Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan
Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan
kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan
memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan
Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus
diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam
prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang
dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu
fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Upaya serius untuk
melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di
tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian
rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan
Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi
tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa
pilihan yaitu:
1.
melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang
berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2.
pembentukan negara federal; atau
3.
membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini,
pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk
menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan
prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi
daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak,
sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting
kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui
prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan
bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah
otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara
proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber
daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di
samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi
yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi
daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta
meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu,
dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah
otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini
berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua
kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan,
moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada
daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
5.
Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk
dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang
yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi
daerah provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah
administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi
kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi
atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai
peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat
daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di
daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan
pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan
mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung
secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang
berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat
daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi
pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan
bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif
bertanggung jawab kepada Presiden.
9.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk
berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah
lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan
dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya
dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan
kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi
kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan
pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan
Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi otonomi yang terbatas.
Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten
dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau
diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya
kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan
kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala provinsi termasuk
berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan
perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan
pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri
maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD,
daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari
Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf
Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan
pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga
pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah
dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah
sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala
Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua)
kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
2.3. Hakikat Otonomi Daerah
Menurut
UU No. 32 tahun 2004 (sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999) tentang
Pemerintah Daerah, menyebutkan "Otonomi Daerah" adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pada hakikatnya otonomi daerah memberikan ruang gerak secukupnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih berdaya mampu bersaing dalam kerjasama, dan profesional terutama dalam menjalankan pemerintah daerah dan mengelola sumber daya serta potensi yang dimiliki daerah tersebut.
Pada hakikatnya otonomi daerah memberikan ruang gerak secukupnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih berdaya mampu bersaing dalam kerjasama, dan profesional terutama dalam menjalankan pemerintah daerah dan mengelola sumber daya serta potensi yang dimiliki daerah tersebut.
2.4. Tujuan Otonomi Daerah
Adapun tujuan dari
otonomi daerah menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan otonomi daerah
ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang memang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berikut
penjelasannya:
Dengan adanya otonomi daerah
diharapkan ada peningkatan pelayanan umum secara maksimal dari lembaga
pemerintah di masing-masing daerah. Dengan pelayanan yang maksimal tersebut
diharapkan masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari otonomi
daerah.
Setelah pelayanan yang
maksimal dan memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah
otonom bisa lebih baik dan meningkat. Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut
menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan hak dan wewenangnya secara
tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan menerapkan otonomi daerah
diharapkan dapat meningkatkan daya saing daerah dan harus memperhatikan bentuk
keanekaragaman suatu daerah serta kekhususan atau keistimewaan daerah tertentu
serta tetap mengacu pada semboyan negara kita "Bineka Tunggal Ika"
walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua.
2.5. Manfaat Otonomi Daerah
· Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat
di Daerah yang bersifat heterogen.
· Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat
terstruktur daripemerintah pusat.
· Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik.
· Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya "penetrasi"
yang lebih baik dari Pemerintah Pusat bagi Daerah-Daerah yang terpencil atau
sangat jauh dari pusat, di mana seringkali rencana pemerintah tidak dipahami
oleh masyarakat setempat atau dihambat oleh elite lokal, dan di mana dukungan
terhadap program pemerintah sangat terbatas.
· Representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik,
etnis, keagamaan didalam perencanaan pembangunan yang kemudian dapat memperluas
kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi pemerintah.
· Peluang bagi pemerintahan serta lembaga privat dan masyarakat di
Daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial.
·
Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak
lagi pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat
diserahkan kepada pejabat Daerah.
·
Dapat menyediakan struktur di mana berbagai departemen di pusat
dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat Daerah dan sejumlah di
berbagai Daerah. Propinsi, Kabupaten, dan Kota dapat menyediakan basis wilayah
koordinasi bagi program pemerintah.
· Struktur pemerintahan yang didesentralisasikan diperlukan guna
melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program.
· Dapat meningkatkan pengawasan atas berbagai aktivitas yang
dilakukan olehelite lokal, yang seringkali tidak simpatik dengan program
pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan kalangan miskin di
pedesaan.
· Administrasi pemerintahan menjadi mudah disesuaikan, inovatif, dan
kreatif. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh Daerah yang lainnya.
· Memungkinkan pemimpin di Daerah menetapkan pelayanan dan fasilitas
secaraefektif, mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor dan melakukan
evaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik daripada yang dilakukan
oleh pejabat di Pusat.
· Memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan
memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di Daerah untuk
berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan kebijaksanaan, sehingga dengan
demikian akan meningkatkan kepentingan mereka di dalam memelihara system
politik.
· Meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan
biaya yang lebih rendah, karena hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah
Pusat karena sudah diserahkan kepada Daerah.
- UUD 1945, Pasal 18, 18A, dan 18B
- Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangaka
NKRI
- Tap MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah
- UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
- UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah
1) Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati dan Walikota
masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota
dipilih secara demokratis
5) Pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
1) Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten,dan kota atau antara
provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2) Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
1)
Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
2.7.
Landasan Teori Otonomi Daerah
Berikut ini ada beberapa
yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di
sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
· Asas tertib
penyelenggara negara
· Asas Kepentingan umum
· Asas Kepastian Hukum
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan
sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan
desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian
sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas
pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah
pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun
1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana
publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan
menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama
masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah.
Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan
desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan.
Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua
hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik
yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana
yang terbaik bagi masyarakat.
2.8 Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Otonomi Daerah
1) Penyelenggara pemerintahan pusat yaitu presiden dibantu oleh
seorang wakil presiden dan para menteri
2) Penyelenggara pemerintahan daerah
yaitu pemerintah daerah dan DPRD
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
1) Kedudukan DPRD
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
1) Kedudukan DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah
2) Fungsi DPRD, yaitu
a. Fungsi Legislasi, yaitu membentuk peraturan daerah bersama
pemerintah daerah
b. Fungsi Anggaran, yaitu menyusun dan menetapkan APBD bersama
pemerintah daerah
c. Fungsi Pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah
3) Tugas dan Wewenang DPRD, yaitu
a. Membentuk perda yang dibahas dengan kepala pemerintah
daerah/pemerintah daerah untuk mendapat persetuajuan bersama
b. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama
pemerintah daerah
c. Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan perdadan peraturan
perundang-undangan lainnya
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi,
dan kepada Menteri Dalam Negeri memalui guernur bagi DPRD kabupaten/kota
e. Memilih wakil kepala daerah jika terjadi kekosongan jabatan
kepala daerah
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemda terhadap perjanjian
internasional di daerah
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasionala
yang dilakukan oleh pemda
h. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemda
i. Membentuk panitia pemilihan kepada daerah
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah
dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah
l. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan
4) Hak DPRD, yaitu
a) Hak Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada
kepala daerah mengenai suatu kebijakan yang dikeluarkan
b) Hak Angket, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan tertentu yang dikeluarkan kepala daerah
c) Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak untuk meyatakan pendapat
terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi
di daearah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya, atau sebagai tindak
lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
5) Alat Kelengkapan DPRD
a) pimpinan
b) komisi
c) panitian musayawarah
d) panitia anggaran
e) badan kehormatan
f) alat kelengkapan l;ain yang diperlukan (misalnya panitia legislasi)
a) pimpinan
b) komisi
c) panitian musayawarah
d) panitia anggaran
e) badan kehormatan
f) alat kelengkapan l;ain yang diperlukan (misalnya panitia legislasi)
·
KEPALA DAERAH
Dilihat dari susunannya, pada pemerintahan daerah terdapat dua lembaga yaitu pemerintah daerah dan DPRD. Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur, sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota dipimpin oleh bupatiwalikota. Gubernur/Bupati/Walikota yang biasa disebut kepala daerah memiliki kedudukan yang sederajat dan seimbang dengan DPRD masing-masing daerah. Kepala daerah dan DPRD memiliki tugas/wewenang dan mekanisme pemilihan yang berbeda.
Dilihat dari susunannya, pada pemerintahan daerah terdapat dua lembaga yaitu pemerintah daerah dan DPRD. Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur, sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota dipimpin oleh bupatiwalikota. Gubernur/Bupati/Walikota yang biasa disebut kepala daerah memiliki kedudukan yang sederajat dan seimbang dengan DPRD masing-masing daerah. Kepala daerah dan DPRD memiliki tugas/wewenang dan mekanisme pemilihan yang berbeda.
Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan
rancangan Perda;
c. menetapkan
Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g.
melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Salah satu perubahan yang mendasar
setelah tumbangnya orde baru yaitu mekanisme pemilihan kepala daerah. Semula
kepala daerah diajukan oleh DPRD dan ditetapkan dan sangat tergantung kehendak
pemerintah pusast (Presiden). Setelah reformasi pemilihan kepala daerah baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dilakukan secara demokratis dan
transparan. Mekanisme pemilihan kepala daerah dikenal dengan istilah PILKADA
langsung.
Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai
Kepala Eksekutif yang dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah
Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai Wakil
Pemerintah. Sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggungjawab kepada DPRD,
sebagai wakil Pemerintah Gubernur berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Presiden.
Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, sedangkan Daerah
Kota disebut Walikota yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selaku
Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD Kabupaten/Kota. Dalam mengisi
jabatan Kepala Daerah dan Wakilnya dilakukan secara serentak atau bersamaan
(dalam satu paket) oleh DPRD untuk memangku jabatan selama 5 tahun.
Sebagai
alat pemerintah pusat Gubernur melaksanakan tugas-tugas antara lain (soejito,
1978 : 224 ) :
a. Membina
ketenteraman dan ketertiban di wilayahnya
b. Menyelenggarakan
koordinasi kegiatan lintas sektor mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan dimaksud
c. Membimbing dan
mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah
d. Melaksanakan
usaha-usaha pembinaan kesatuan bangsa sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan
pemerintah
e. Melaksanakan
segala tugas pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
diberikan kepadanya
f. Melaksanakan
tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas instansi lainnya.
2.9
Dampak Otonomi Daerah
A.Dampak
Positif
Dampak
positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah
daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas local yang ada
di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
B.Dampak
Negatif
Dampak
negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugika Negara dan
rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan
pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah
dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi
ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka
pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah,
selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah
pusat tidak begitu berarti.
Beberapa
modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1) Korupsi
Pengadaan Barang Modus :
a.
Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.
Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2) Penghapusan
barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus
:a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk
kepentingan pribadi.
3) Pungli
penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus
: Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4) Pemotongan
uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus
: a. Pemotongan dana bantuan sosial
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat
(setiap meja).
5) Bantuan
fiktif
Modus
: Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke
pihak luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar